Hari ini kepikiran lagi sesuatu yang sudah lama ingin saya tulis: nama-nama teman-teman anak-anak saya. Kedua anak saya sekolah di tempat yang barangkali 95 % dari teman-teman sebayanya adalah mereka yang keturunan Tionghoa. Saya nggak ada masalah sama sekali dengan keadaan ini. Soalnya yang saya pentingkan adalah mutu pendidikan lembaga itu dan yang penting lingkungannya baik. Sejauh ini tidak ada masalah berkenaan dengan mutu pendidikan dan pengaruh lingkungan, tapi yang bikin saya agak tertegun sejak pertama memasukkan anak-anak saya adalah, nama teman-teman mereka. Kenapa 95 % pula dari mereka dinamai oleh orang tuanya dengan nama-nama dari barat ?
Barangkali memang tanpa melokalisir tempatnya di sekolah anak-anak saya pun, memang sudah banyak nama-nama barat yang dipakai orang, TAPI, … pelafalan dan ejaannya sebagian besar sudah disesuaikan dengan kultur lokal dan bahasa Indonesia, bahkan bahasa daerah. Termasuk nama saya, yang memang nama depannya adalah dari barat. Jelas. Jadi, yang saya maksud adalah nama-nama yang baik pelafalan maupun ejaannya benar-benar 100 % barat. Emang haknya mereka, tapi jadi kepikiran, ini Indonesia atau di luar negeri sono ?
Ambil contoh, mereka punya nama-nama seperti Cathleen, Vincent Cutter, Stephanie, Phoebe, Jessica Arnett, William Anthony, Rainer Joseph …. itu baru sebagian yang saya tahu / kenal karena saya kenal atau dekat dengan orang tuanya. Saya bayangkan, apa sih yang dipikirkan orang tuanya ketika mereka memberi nama anaknya ? Ketika memberi nama anak, orang tua umumnya punya harapan pada anak-anak itu yang dikaitkan dengan namanya. Apakah mereka ingin agar anak mereka suatu ketika go internasional dan nyampur dengan bule-bule yang variasi namanya tidak terlalu jauh dengan mereka ? Iya, saya tahu ada nama baptis, yang hampir 100 % adalah nama-nama asing, tapi bukankah setelah nama baptis itu biasanya diikuti dengan nama-nama lokal ? Ini sih 100 % asli nama barat semua.
Atau apakah ini bagian dari krisis identitas dari orang-orang keturunan Tionghoa di Indonesia ? Jadi, intinya adalah mereka itu merasa bukan asli orang pribumi Indonesia, tapi mereka juga merasa bukan 100 % orang Tionghoa karena terutama kebanyakan mereka nggak fasih berbahasa Mandarin dan sudah tidak punya koneksi langsung ke negeri Tirai Bambu sana. Ke sini enggak, ke sana juga enggak. Ya akhirnya mereka membuat identitas baru aja.
Kenapa saya bilang begitu ? Lha, buktiya kok nggak ada satu pun (SATU PUN !) yang menamai anak mereka dengan nama Tionghoa ?
Identitas Diri Keturunan Tionghoa
6 Februari, 2008 oleh tomita
Iklan
Ditulis dalam Social | Tinggalkan sebuah Komentar
Disclaimer
Isi Blog ini semata-mata merupakan representasi diri saya sebagai pribadi, baik dalam kaitannya dengan dunia sosial maupun dunia maya. Anda tidak diminta setuju atau tidak setuju dengan apa yang saya tulis. Gagasan, pandangan, dan ulasan yang saya tulis di sini tidak memiliki kaitan asosiasi dengan keluarga, tempat bekerja, atau komunitas-komunitas di mana saya tergabung di dalamnya.Komentar Terakhir
-
Posting Terkini
- Etos Penggunaan Internet
- Printer Keluaran Baru = Masalah ?
- T.SONIC 630 : Bukan Cung Koan
- PLN Main Pukul Rata ?
- Kasus Nama di BPK: Baca Dulu, Baru Bicara
- Nama Saya di Website BPK :(
- Promosi Flexi: Bukan Jebakan ?
- Akhir dari HKN
- Pengalaman Instal Vista (II)
- Pengalaman Instal Vista (I)
- Spoofing di Friendster
- Identitas Diri Keturunan Tionghoa
- Komunitas Copet HP
- Dilema Sekolah Lagi
- Sesudah “to”
Kategori Tulisan
- Bhs. Indonesia (1)
- Cellphones (3)
- English (1)
- Gadget Review (1)
- Interpersonal (1)
- Komputer / Internet (6)
- Personal (4)
- Social (4)
- Song / Album Review (1)
- Tak Berkategori (1)
- Uncategorized (1)
Blog Stats
- 20.121 hits
Meta
Iklan
Tinggalkan Balasan